wadah fiksi, mimpi, dan imajinasi [saya dan mereka]. saat realitas, cukup menjemukan dan serba terbatas

KECUALI RASA

/ /
“Oh my.. Me too..” ucap laki-laki itu ketika sang perempuan menyebut dua judul lagu terfavorit dari sebuah band asal Denmark.

Hanya satu kalimat.
Empat patah kata.
Dan si perempuan terserang euphoria.

Tangannya dingin dan ia tersenyum. Kemudian ingat mengapa ia selalu merasa nyaman saat berbincang dengan sosok yang kadang begitu membuka diri dan dekat, namun kadang membuat sekat.

Sudah lama mereka tak bersua. Tak berbagi cerita. Sang laki-laki menghilang dan si perempuan tahu sia-sia saja ia mencari. Toh memang begitulah si laki-laki. Datang dan pergi sesuka hati. Membuat janji kemudian mengingkari. Dan perempuan juga tahu, hati memang lancang. Menjatuhkan diri di tempat-tempat yang salah. Padahal logika sudah memberi berbagai wejangan, petuah, nasehat, dan padanan kata lainnya. Intinya sama; tempat itu bisa menimbulkan luka. Luka kecil yang kadang lama sembuh. Luka yang kadang dianggap sudah sembuh, padahal masih sisakan perih.

Namun si perempuan juga tahu tentang rindu. Tentang hal-hal yang membuat mereka berbincang berjam-jam kala banyak orang terlelap. Tentang buku-buku berisi kisah menarik. Tentang alunan nada yang seharusnya didengar. Tentang film-film yang tak akan pernah membuat bosan. Tentang rutinitas yang menjemukan. Tentang impian yang kadang terlampau absurd. Tentang banyak kesamaan.
Kecuali rasa..


Dari satu untuk yang lainnya…

10.02.2010 // 00:54

BUMI PARA PERI

/ /
Bukan bintang dan hitam langit, melainkan remang fajar, yang mengiringi perjalananku ke dunia mimpi; kali terakhir. Di sana kutemui ragamu.Terduduk.Dengan raut tersembunyi lengan dan kaki terlipat.Menunduk.Bersedekap.Menggigil.Karena cuaca seperti mau beku; dugaku.Namun kemudian aku tahu, getar tubuhmu tak sebab angin yang berhembus lalui alam bunga tidur.Dingin itu bercokol di dadamu, di jiwamu..

Kau lelah.Mencari rupa yang sempat kau akrabi.
Kau lelah.Sendiri.
Kau lelah.Tak jua hempas sepi.
Kau lelah.Menyimpan puisi-puisi
[Telah penuh laci-laci puji]

Menangis tanpa air mata,
kau bisa.
Kau tampak sudah biasa.
Aku dengar.Aku lihat
Hanya isak yang menyayat
Benar-benar menyayat.
Bahkan kabut ikut memucat meniru mayat.
Pilumu mematung..

.................................................................

Pagi titahkan pelupuk agar bosan terpejam.Hari yang sama.Dua dunia yang berbeda; terpisah secarik tirai tipis kesadaran.Kucoba memanggil nyawa-nyawa.Untuk yakinkan diri bahwa aku sepenuhnya telah terjaga.Aku yakin aku telah terjaga.Karena sosokmu yang memeluk diri sendiri tak lagi ada.Kucoba singkap tanya, "sudahkah kau terjaga?"
Karena aku takut.Sungguh takut.Kau lalu lalang di dunia nyata menyeret bongkahan nestapa..Dari bumi para peri..

jatinanor//25.05.2006

Popular Posts

 
Copyright © 2010 [reservoir], All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger